Manusia adalah satu-satunya spesies di muka bumi yang minum susu dari spesies lain. Manusia juga satu-satunya spesies yang masih minum susu setelah melewati usia bayi.
Susu sapi didesain untuk sapi, sama halnya seperti induk tikus yang menghasilkan susu untuk anak tikus, ataupun induk kucing yang menghasilkan susu untuk anak kucing. Mengonsumsi susu sapi merupakan hal tidak alami yang dapat berpengaruh buruk pada kesehatan Anda karena anatomi tubuh setiap spesies diciptakan berbeda-beda.
Susu sapi didesain untuk sapi, sama halnya seperti induk tikus yang menghasilkan susu untuk anak tikus, ataupun induk kucing yang menghasilkan susu untuk anak kucing. Mengonsumsi susu sapi merupakan hal tidak alami yang dapat berpengaruh buruk pada kesehatan Anda karena anatomi tubuh setiap spesies diciptakan berbeda-beda.
“
“Keterkaitan antara asupan protein hewani dan kasus keretakan tulang sama kuatnya dengan keterkaitan antara merokok dengan kasus kanker paru-paru.”
Kandungan gizi dalam susu sapi cukup untuk membuat seekor anak sapi mengalami penambahan berat badan hingga puluhan kilogram hanya dalam hitungan bulan. Bahkan mengalami penambahan berat badan hingga 500kg sebelum ulang tahun kedua mereka—suatu hal yang tentu tidak Anda harapkan terjadi pada anak Anda bukan?
LAKTOSA
Banyak manusia, mulai bayi hingga dewasa yang mengalami lactose intolerance, yaitu ketidakmampuan tubuh untuk memecah laktosa yang terkandung dalam susu Sapi karena kurang atau tidak adanya enzim laktase dalam tubuh kita. Lactose intolerance mengakibatkan kram perut, perut kembung, bahkan diarrhea (diarrhea Akut adalah penyebab nomor dua kematian bayi di dunia).
Kemampuan tubuh mencerna laktosa terus berkurang seiring dengan pertam- bahan umur, dan biasanya hampir hilang sama sekali pada usia dewasa, terutama pada ras Asia. Sekarang kita tahu mengapa susu hanya untuk bayi: tubuh kita secara alami mengurangi produksi enzim laktase seiring dengan pertambahan usia. Tetapi sungguh disayangkan justru banyak rekomendasi yang meminta kita mengonsumsi lebih banyak susu sapi agar tubuh kita dapat beradaptasi dengan masalah lactose intolerance tersebut.
SUSU SAPI ITU SEHAT?
konsumsi susu sapi terkait dengan penyakit jantung, beberapa tipe kanker, diabetes, obesitas, bahkan osteoporosis— sebuah penyakit yang diklaim dapat dicegah dengan minum susu sapi oleh produsennya.
Susu sapi diposisikan sebagai produk yang dapat mencegah pengeroposan tulang oleh produsennya dengan merujuk pada kandungan kalsium di dalamnya. Tetapi bagaimanakah fakta yang terjadi di dunia nyata? Statistik menunjukkan bahwa Negara-negara Asia dan Afrika yang konsumsi susu sapi dan protein hewaninya jauh lebih rendah dari negara-negara Barat memiliki kasus pengeroposan tulang yang jauh lebih rendah dari negara-negara Barat tersebut.
Banyak manusia, mulai bayi hingga dewasa yang mengalami lactose intolerance, yaitu ketidakmampuan tubuh untuk memecah laktosa yang terkandung dalam susu Sapi karena kurang atau tidak adanya enzim laktase dalam tubuh kita. Lactose intolerance mengakibatkan kram perut, perut kembung, bahkan diarrhea (diarrhea Akut adalah penyebab nomor dua kematian bayi di dunia).
Kemampuan tubuh mencerna laktosa terus berkurang seiring dengan pertam- bahan umur, dan biasanya hampir hilang sama sekali pada usia dewasa, terutama pada ras Asia. Sekarang kita tahu mengapa susu hanya untuk bayi: tubuh kita secara alami mengurangi produksi enzim laktase seiring dengan pertambahan usia. Tetapi sungguh disayangkan justru banyak rekomendasi yang meminta kita mengonsumsi lebih banyak susu sapi agar tubuh kita dapat beradaptasi dengan masalah lactose intolerance tersebut.
SUSU SAPI ITU SEHAT?
konsumsi susu sapi terkait dengan penyakit jantung, beberapa tipe kanker, diabetes, obesitas, bahkan osteoporosis— sebuah penyakit yang diklaim dapat dicegah dengan minum susu sapi oleh produsennya.
Susu sapi diposisikan sebagai produk yang dapat mencegah pengeroposan tulang oleh produsennya dengan merujuk pada kandungan kalsium di dalamnya. Tetapi bagaimanakah fakta yang terjadi di dunia nyata? Statistik menunjukkan bahwa Negara-negara Asia dan Afrika yang konsumsi susu sapi dan protein hewaninya jauh lebih rendah dari negara-negara Barat memiliki kasus pengeroposan tulang yang jauh lebih rendah dari negara-negara Barat tersebut.
KONTAMINASI
Sumber
kalsium yang berasal dari tumbuh-tumbuhan mengandung karbohidrat kompleks dan serat
yang baik bagi Anda, hal ini berbanding terbalik dengan susu sapi yang dipenuhi
dengan lemak jenuh dan kolesterol. Belum
lagi kontaminasi pestisida, antibiotik, hormon-hormon yang disuntikkan oleh
peternak, hingga kontaminasi bakteri dan virus berbahaya.
Anda
mungkin juga masih ingat susu sapi bermelamin? Kasus susu sapi bermelamin adalah
contoh dimana moralitas dikalahkan oleh motif ekonomi, tetapi kasus ini seharusnya
membuka mata kita bahwa kita butuh sumber gizi yang lebih murah, handal dan berkelanjutan, yaitu yang berasal
dari tumbuh-tumbuhan. Untuk memberi setiap manusia di dunia ini asupan susu
seperti orang Amerika dan Eropa, mungkin kita harus menghancurkan hutan di
seluruh dunia dan mengubahnya menjadi pabrik-pabrik
sapi!
Dengan alasan
bahwa susu sapi adalah sumber kalsium yang
baik, kita memaksa tubuh kita untuk beradaptasi dengan substansi asing yang
merugikan kesehatan kita. Padahal kita memiliki sumber kalsium yang sangat kaya
dari tumbuh-tumbuhan. Bukan hal yang mengherankan bila Anda tahu bahwa sudah
sejak lama American Dairy Industry (Industri Produk-Produk Susu Amerika
Serikat) adalah motor utama kampanye manfaat susu sapi di dunia. Kampanye susu
sapi di Amerika Serikat saja menghabiskan tidak kurang dari US$ 300 juta (Rp
3 triliun) per tahunnya. Industri susu sapi di sana menyediakan materi
pelatihan gratis untuk sekolah-sekolah, membayar ahli gizi, dokter, artis, dan
atlet untuk mendorong kemajuan industri susu sapi.
Anda tidak harus percaya dengan apa yang ditulis disini, lakukanlah penelitian dari sudut medis dan ilmu pengetahuan tanpa
terpengaruh iklan di media massa, maka Anda pun akan tahu kebenarannya.
Referensi:
Majalah Hidup Lebih Mulia halaman17-18, yang
didownload dari http://hiduplebihmulia.com
Referensi majalah:
0 komentar:
Posting Komentar