Rabu, 15 Agustus 2012

Puasa bagi Pekerja Berat, Gimana Ya?



Ketika ayat 183 dan 184 Surat Al-Baqarah turun sampai dengan yang tertulis dibawah ini, para mufasir berbeda-beda dalam memberikan penjelasan.:

183. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,
184. (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan[114], Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
[114] Maksudnya memberi Makan lebih dari seorang miskin untuk satu hari.

Perbedaan penjelasan itu terjadi karena adanya bagian ayat diatas yang berbunyi:
....... Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin .... (Q.S. Al-Baqarah: 184)
            Bagian ayat ini dipahami sebagai pemberian kesempatan untuk memilih antara berpuasa dan tidak berpuasa dengan membayar fidyah. Kemudian, orang-orang tidak brlaku demikian karena turun bagian ayat sesudahnya yaitu:

... karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain ... (Q.S Al Baqarah:  185)
Pekerja Berat tetap berpuasa saat berjuang mencari Rizki Allah

Kita yang masih muda dan kuat menjalankan puasa Ramadan sebaiknya tetap menjalankan puasa sehingga tidak harus mengganti puasa itu dengan fidyah.
            Fidyah adalah memberikan makan setiap hari satu orang miskin dengan setengah Sha’ (gantang) bahan makanan, yaitu yan cukup untuk dua kali makan satu orang dalam sehari (1 Sha’ = 4 mudd dan 1 mudd = 600 gram, jadi ½ Sha’ =  1.200 gram atau 1kg 2ons). Demikian menurut keterangan dari Dr. Dib Al-Bigha dalam kitab, At-Tadzhib.
            Pakar tafsir terkemuka, Prof. M. Quraish Shihab menjelaskn bahwa saat turun ayat 183 dan 184, para mufasir  mimiliki pendapat yang berbeda-beda tentang kedua ayat tersebut.
Pertama, ada yang berpendapat bahwa pada mulanya Allah SWT memberikan alternatif bagi orang yang wajib puasa, yaitu berpusa atau tidak berpuasa, tetapi dengan membayar fidyah.
Kedua, ada juga yang berpendapat bahwa ayat ini berbicara tentang para musafir dan orang sakit. Bagi kedua kelompok ini terdapat dua kemungkinan: musafir dan orang yang berat berpuasa maka ketika itu dia boleh tidak berpuasa; dan ada juga diantara mereka yang sebenarnya mampu berpuasa, teapi enggan karena kurang sehat dan dan atau dalam perjalanan. Maka, mereka diperbolehkan untuk tidak berpuasa dan  menggantinya dengan membayar fidyah.
            Dalam karya beliau, Wawasan Al-Qur’an, Prof. M. Quraish Shihab menyatakan bahwa pendapat-pendapat diatas tidak populer dikalangan mayoritas ulama. Mayoritas memahami ayat ini penggalan itu berbicara tentang orang-orang tua atau orang yang mempunyai pekerjaan yang  sangat berat sehingga puasa sangat memberatkannya, sementara ia tidak mempunyai sumber rezeki lain, kecuali pekerjaan itu. Dalam kondisi semacam ini mereka diperbolehkan untuk tidak berpuasa danwajib membayar fidyah. Demikian pula halnya dengan orang sakit yang diduga tidak akan sembuh dari penyakitnya sehingga ia tidak dapat berpuasa. Orang sakit seperti ini diperbolehkan tidak berpuasa dan wajib membayar fidyah.
Bagian ayat itu juga mengatur perihal perempuan hamil dan menyusui. Dalam hal ini trdapat rincian. Jika perempuan hamil dan menyusui itu mengkhawatirkan dirinya, diperbolehkan baginya untuk tidak berpuasa pada bulan Ramadan tetapi wajib qadha’ (mengganti di hari lain) dan tidak wajib mengelurkan fidyah. Jika yang dikhawatirkan adalah anak yang dikandung atau yang disusui, diperbolehkan baginya tidak berpuasa Ramadan tetapi wajub qadha’ dan membayar fidyah. Demikian penjelasan Dr. Dib Al-Bigha dalam At-Tazhib.
            Abu Bakar Al-Ajurri sebagaimana dikutip oleh Prof. Wahbah Az-Zuhaili, menyatakan bahwa pekerja berat yang takut tidak kuat berpuasa, hendaknya berbuka dan qadha’ apabila memang sulit meninggalkan pekerjaannya. Tetapi, jika tidak membahayakan dirinya maka ia wajib tetap berpuasa.
            Para fuqaha menetapkan wajibnya sahur dan berniat puasa bagi pekerja berat seperti tukang ketam, pembuat roti, tukang besi, dan petugas pengamat perbintangan (astronom) yang bekerja peuh waktu dan penuh konsentrasi. Mereka boleh berbuka puasa jika ternyata mengalami kehausan atau kelaparan yang akan membahayakan jiwanya serta wajib qadha’. Dasarnya adalah firman Allah SWT: 

... Dan janganlah kamu membunuh dirimu[287]; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (Q.S. Sn-Nisa’: 29)
[287] Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan.

Didalam ayat lain Allah berfirman:
  
... Maka barang siapa terpaksa[398] karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. Al-Maidah: 3)
 [398] Maksudnya: dibolehkan memakan makanan yang diharamkan oleh ayat ini jika terpaksa.
            Mengapa para fuqaha mewajibkan pekerja berat untuk sahur dan menetapkan niat pusa? Karena sipapun tidak akan tahu apa yang akan terjadi besok. Firman Allah berikut ini tidak luput dari pertimbangan fuqaha itu: 

... Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok[1187]. (Q.S. Luqman:34)
[1187] Maksudnya: manusia itu tidak dapat mengetahui dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok atau yang akan diperolehnya, Namun demikian mereka diwajibkan berusaha.


            Berkaitan dengan ayat itu, Imam Syafi’i menyatakan didalam karyanya, Ar-Risalah bahwa manusia beribadah kepada Allah dengan mengucap atau melakukan sesuatu yang diperintahkan-Nya dan tidak melampauinya karena sesungguhnya itu adalah anugerah Allah SWT. Artinya, seoran muslim tidak bisa memastikan apa yang akan terjadi pada dirinya esok hari sehingga tidak memanfaatkan anugerah dibalik keberkahan sahur dan pahala niat berpuasa wajib berdasarkan keadaannya sekarang. Bisa jadi, besok hari pekerjaannya tidak seberat biasanya. Dan, bisa jadi pula, fisiknya tidak selemah seperti biasanya. Hal-hal yang tidak diketahui ini adalah urusan Allah.
            Al-Qathani didalam karyanya, As-Safar wa Ahkamuhu, menetapkan hukum sunnah bagi para penempuh perjalanan jauh untuk menuliskan surat wasiat sebelum berangkat karena ia tidak tahu tentang apa yang akan terjadi dalam perjalanannya. Hal ini juga berdasarkan pada ayat 34 Surat Luqman.
            Mengapa pembuat roti dimasukkan ke dalam kelompok pekerja berat? Karena pada waktu itu, pembuatan roti masih menggunakan teknologi sederhana. Pembuatnya harus berada disamping alat pemasak yang mngeluarkan panas dan menyebabkan suhu tinggi pada ruangan kerja mereka. Suhu tinggi diruang kerja ini menyedot banyak air didalam tubuh mereka, sehingga tubuh bisa mengalami dehidrasi (kekurangan cairan) jika berpuasa. Kini sebagian pembuat roti sudah menggunakan peralatan yang lebih bersahabat bagi para pekerjanya sehingga sekarang tidak dimasukkan kedalam kategori pekerja berat. Demikian pula dengan tukang ketam dan tukang besi karena adanya peralatan yang dapat dioperasikan dengan tenaga listrik  dan menghemat tenaga manusia.

         Disarikan dan dikutip dari  Fiqih Puasa untuk Remaja  karangan M. Dian Nafi’ cetakan pertama Juli 2010 Penerbit Inti Medina hal: 188-192.

Buat yang masih punya pertanyaan ataupun uneg-uneg tentang blog ini silahkan kirimkan komentar anda dikolom dibawah ini. Tetap senyum, tetap semangat. Salam Bichephy. See you. Wassalamu alaikum ..... 

Bolehkah Menggunakan Pil Anti-Haid di Bulan Rhamadan?


      
Diantara para dokter yang bekerja untuk khalifah Harun Ar-Rasyid terdapat seorang yang beragama Nasrani. Dokter itu bertanya-tanya, apakah didalam Al-quran dan hadits Nabi terdapat suatu ajaran yang mengarah pada kedokteran? Sang Khalifah menjawab dengan membacakan ayat ini:

... Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan[535]. (Q.S. Al-A’raf: 31)
[535] Maksudnya: janganlah melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan.
            Sang khalifah melanjutkan, ”Lambung itu gudang penyakit dan penjagaan itu obat utama. Berikan pada setiap organ tubuh, hal-hal yang memulihkan.” Dokter itu menanggapi,” kitab suci dan nabi kalian tidak tertinggal dari yang dimiliki jalinus di bidang Kedokteran.” Demikianlah pemaparan Abu Hayyan Al-Andalusi dalam tafsirnya, Al-Bahrul-Muhith.
            Pakar tafsir pada sejak muda berguru kepada ratusan ulama di Eropa, Afrika dan asia itu menyadarkan kita tentang hubungan puasa dengan peradaban manusia. Pesan yang hendak disampaikan tegas. Peradaban Islam sama sekali tidak dibangun dengan spirit keserakahan. Peradaban Islam dibangun degan spirit kemaslahatan. Mengutip keterangan khalifah Harun Ar-Rasyid, mufasir itu menegaskan pula prinsip ajaran Islam bahwa setiap organ tubuh berhak atas pemulihan dan penjagaannya. Prinsip itu otomatis terlaksana jika seseorang menjalakan ibadah puasa.


            Beban syariat atau taklif, termasuk pada puasa Ramadan, tidak untuk memberatkan manusia sebagai Mukalaf. Hikmah kesehatan didalamnya sudah diterangkan oleh Khalifah Harun Ar-Rasyid lebih dari 13 abad yang lalu, juga oleh para ahli kedokteran sampai sekarang. Dari Abu Hurairah R.A, bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
Berpuasalah kalian maka kalian akan sehat (HR Thabrani) Athiyyah Shaqr dalam Fatwa Al-Azhar menyatakan para perawi hadits ini Tsiqah atau dapat dipercaya.
            Apa maksudnya? Jelas, puasa merupakan kewajiban agama yang tidak melampaui kelayakan manusiawi penganutnya. Ketentuan-ketentuan agama tentang puasa ditaati sampai lebih dari empat belas abad lamanya karena memeng tidak pernah dirasa merugikan manusia sepanjang siklus hidupnya, bahkan memberikan manfaat kesehatan dan meningkatkan keberartian manusia bagi diri dan lingkungannya.
            Ibnu Sina, Perintis kedokteran modern, menulis banyak buku, antara lain karya monumentalnya, Kitab Asy-Syifa’ Al-Illahiyat. Tentang manfaat puasa, beliau mencatat, ”ketiadaan banyak gerak selama orang menjalani puasa, justru menggerakkan tabiat dengan gerakan yang sangat kuat yang mengingatkan pelakunya bahwa ia berada dalam semesta yang diciptakan bukan dengan senda gurau.” Manusia diciptakan dengan misi luhur yang diamanatkan kepadanya. Untuk memikul amanat itu maka setiap tahun Allah memberikan kesempatan pada manusia untuk menempa tabiatnya.
            Tabiat yang hendak dibangun melalui puasa adalah tabiat yang taat, yang harmonis secara biologis, sosial, dan spiritual. Harmoni itu meniscayakan adanya siklus-siklus yang menjaga keteraturan dan pergantian. Siklus hidup manusia bertahap-tahap : dari masa kanak-kanak, kemasa remaja, masa dewasa, sampai masaa tua; dari lemah, menjadi kuat, dan lemah lagi; dari usia tidak produktif, ke usia produktif, hingga akhirnya kembali ke usia tidak produktif lagi. Siapa pun yang tidak memahami siklus hidup manusiawi dalam dirinya akan tertinggal dari kesempatan-kesempatan emas didalamnya.
            Siklus itulah yang menjadi perhatian ulama saat membahas mengenai haid. Siklus itu bersifat biologis, melekat pada diri perempuan sebagai makhluk hidup. Oleh karena itu, kita bisa menyimak keterangan para ulama tentang pil penunda haid juga berkaitan dengan siklus. 
            Para ulama didalam Al-Fiqih ‘Ala Madzahibil Arba’ah menjelasan sebagai berikut.
1.      Jika darah haid itu mengalir diluar siklusnya disebabkan oleh obat-obatan, darah tersebut tidak dinamakan darah haid. Dalam hal ini, seorang perempuan wajib berpuasa dan shalat, serta masih berkewajiban untuk meng-qadha’ kewajiban puasanya. Hal ini juga demi kehati-hatian karena adanya kemungkinan darah yang keluar adalah haid dalam kasus perceraian berarti masa ‘iddah (masa menunggu setelah cerai) –nya belum habis.
2.      Jika obat-obatan untuk menunda haid dipergunakan sebelum haid atau dalam kondisi suci (Bersih atau tidak dalam masa haid) puasanya sah dan tidak wajib qadha’.
3.      Perempuan tidak diperbolehkan mencegah atau memajukan keluarnya darah haid dengan obat-obatan jika dapat membahayakan kesehatannya karena menjaga kesehatan itu hukumnya wajib.
Suatu hari orang-orang Arab dari pedalaman berkerumun disekitar Rasulullah SAW dan bertanya tentang masalah berobat. Kemudian menjawab:
Berobatlah kalian maka sesunguhnya Allah tidak menempatkan penyakit apa pun kecuali menempatkan pula obat untuk penyakit itu, selain satu penyakit, yaitu pikun. (HR Abu Daud, Turmudzi, Ibnu Majah, Ahmad dan Baihaqi) Al-Alnani menyatakan hadits ini shahih.
     Apakah penggunaan pil penunda haid termasuk berobat yang diperintahkan oleh agama?
Ternyata tidak demikian. Di dalam kitab Fatawa Ibnu Ziyad dan di dalam kitab Fatawa Al-Qimath didapat keterangan boleh menggunakan obat-obatan penunda haid. Sementara di dalam kitab Qurratul ‘Ain Fi Fatawa Al-Haramain menerangkan bahwa penggunaan obat-obatan penunda haid itu makruh (tidak dianjurkan) selama tidak menyebabkan terputusnya keturunan atau memandulkan. Dan jika menyebabkan terputusnya keturunan maka hukumnya haram.
     Syekh Jadul Haq ‘Ali Jadil Haq, dalam Fatawa Al-Azhar, menutip pendapat para ulama’ mazhab Syafi’i, menyatakan bahwa obat-obatan yang menyebabkan terputusnya keturunan adalah haram. Obat-obatan yang menunda keturunan untuk sementara waktu tidak haram, asal terdapat alasan yang dibenarkan oleh syariat, misalnya untuk memberikan kesempatan yang cukup bagi pendidikan anak-anak.
     Obat penunda haid memengaruhi siklus biologis perempuan. Dampaknya pun bisa serius karena bisa memutuskan keturunan. Oleh karena itu, kita perlu mencermati prinsip-prinsip terpenting dibalik pandangan para ulama itu.
     Imam Syatibi, seorang cemerlang dari Andalusia, menjelaskan di dalam Al-Muwafaqat Juz 2, tujuan Syariat mencakup lima kemaslahatan dengan sebutan al-klliyat al-khams. Kelima kemaslahatan itu adalah:
1.      Menjaga agama (hifzud-din)
2.      Menjaga jiwa (hifzun-nafs)
3.      Menjaga akal (hifzul-aql)
4.      Menjaga keturunan (hifzun-nasl)
5.      Menjaga hata dan properti (hifzul-mal)
Setelah mengetahui tujuan-tujuan syariat itu, tujuan kemaslahatan manakah yang hendak dicapai oleh seorang muslimah melalui penggunaan pil penunda haid? Menurut Imam Syatibi, jawaban itu harus dapat dikembalikan pada salah satu tujuan pokok syariat diatas. Syukur jika lebih dari satu tujuan dapat dijangkau.
            Puasa seorang perempuan muslimah pengguna pil penunda haid adalah boleh dan sah. Tetapi sebagian ulama menetapkannya makruh. Adalah bijaksana jika perempuan memutuskan tidak mempergunakannya karena ridha atas siklus biologis anugerah dari Allah. Itu.

Rabu, 01 Agustus 2012

Menginstal Pikiran Positif

Disadari ataupun tidak, manusia memiliki dua kecenderungan dalam otaknya. Kecenderungan untuk berpikir positif atau kecenderungan untuk berpikir negatif. Dua kecenderungan yang salingt arik menarik.Dua kutub yang saling berlawanan, manakala seseorang mengambil keputusan.

Bila kecenderungan berpikir positif lebih besar,  maka tentu saja pikiran negatif akan menghilang atau tereliminasi dan sikap positiflah yang akan menjadi pemenang. Maka seluruh kegiatan dan tingkahlakunya akan terasa menarikdan menyenangkan.

Bila kecenderungan berpikir negatif lebih besar, maka akan terjadi sebaliknya, pikiran positif yang  akan tereliminasi. Maka seluruh kegiatan dan tingkahlaku pun akan terasa berat, membosankan, melelahkan dan membuat hati selalu gundah, rusuh tak pernah tenang.

Tak dapat dipungkiri, memang demikianlah adanya pertentangan-pertentangan dalam pikiran manusia. Kadang pikiran egatif yang menang dan kadang pikiran positif yang menang. Yang dapat merasakan pertentangan-pertentangan ini adalah  orang itu sendiri. Ialah yang menentukan sipakah diantara positif dan negatif yang akan diikutinya.

Mengapa harus berpikir positif?


Pikiran adalah penentu perbuatan. Pepatah lama menyatakan “YOU ARE WHAT YOU THINK” artinya “kamu adalah apa yang kamu pikirkan”.Jika kita berpikir bahwa tugas-tugas kuliah kita menyenangkan, maka segala yang kita lakukan akan menjadi hal yang menyenangkan. Segala sesuatu akan kita lihat dari kacamata yang sangat positif. Teman kuliah, dosen, dan pembantu dosen akan kita anggap orang-orang yang turut membuat kita bahagia.

Sebaliknya, jika kita berpikir bahwa tugas-tugas kuliah kita membosankan, maka segala yang kita lakukan akan menjadi hal yang membosankan pula. Teman kuliah dan dosen akan kita anggap tidak ada gunanya dan tak punya peran apa-apa.

Nah, maka dari itu dibutuhkan pikiran positif. Kita tentu tak mau merasa terbelenggu oleh tugas dan aktivitas rutin yang lakukan setiap harinya. Kita tentu tak ingin pula, tersiksa dalam batin yang selalu ketakutan dan resah tak pernah tenang karena pikiran-pikiran negatif kita tentang kehidupan.

So, mulailah berhati-hati dalam berpikir. Sekali kita mengubah pikiran kita, maka tingkah laku kita pun juga akan berubah mengikuti pikiran tersebut. Sesuatu yang kita cap-kan didalam pikiran, makai tulah yang akan menjadi kenyataan. Alam semesta pun akan tertarik untuk mewujudkan apa yang kita inginkan didalam pikiran tersebut, ‘Coz You are what you think.

Berpikir positif bukan berarti lugu


Bila kita berpikir positif bukan berarti kita menjadi lugu karena lugu bisa menyebabkan kita mudah ditipu orang lain. Berpikir positif juga bukan berarti kita menjadi terlalu mudah percaya kepada orang lain karena berpikir semua orang itu baik, bukans eperti itu. Kewaspadaan masih perlu adat erutama bagi orang yang baru kita kenal.Orang yang cerdas berpikir positif dan hampir semua orang saya rasa, bisa membedakan mana orang yang bisa dipercaya 100%, mana orang yang hanya bisa diajak tersenyum dan bersapaan, dan mana orang yang tidak perlud iperdulikan sama sekali. Bukanlah secaraa lamiah, otak kita sudah menyimpan file-file tersebut, hanya saja semua tanpa kita sadari?.


Referensi:
Trez, Tuti. 2011. Selalu Berpikir Positif. Bekasi: Uranus Publishing

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes